Internasional

Tragedi Coalbrook 1960: Keserakahan yang Mengubur 437 Nyawa di Perut Tambang

×

Tragedi Coalbrook 1960: Keserakahan yang Mengubur 437 Nyawa di Perut Tambang

Sebarkan artikel ini

CAKRAWALAJAMPANG – Sebuah bencana memilukan mengguncang Afrika Selatan pada 21 Januari 1960. Di kedalaman hampir 200 meter tambang batu bara Coalbrook, ratusan penambang tak pernah menyangka bahwa hari itu akan menjadi lembaran paling kelam dalam sejarah pertambangan dunia.

Tambang Coalbrook, yang telah beroperasi sejak 1905, dikenal tak pernah berhenti bekerja. Batu bara adalah urat nadi energi Afrika Selatan, dan sejak lima tahun sebelum tragedi, produksi tambang ini mencapai lebih dari dua juta ton per tahun. Ribuan pekerja masuk setiap hari, menggali tanpa henti demi memenuhi tuntutan perusahaan.

Namun, menjelang siang hari itu, kegelisahan mulai terasa. Menurut riset Powering Apartheid: The Coalbrook Mine Disaster of 1960 (2020), suara gemuruh terdengar dari balik dinding batu. Udara di lorong-lorong tambang terasa berat dan menekan. Beberapa pekerja mencoba naik ke permukaan karena firasat buruk.

Sayangnya, ketakutan mereka diabaikan. Ancaman hukuman dari atasan membuat mereka tetap bekerja seperti biasa.Pukul 16.30 Bencana Datang Tanpa AmpunDinding tambang tiba-tiba runtuh. Longsoran besar terjadi, tanah bergetar, lorong menyempit, udara menipis. Ratusan pekerja berusaha menyelamatkan diri dan naik ke permukaan.

Namun di luar dugaan, mereka justru dihadang bos. Para pekerja mayoritas kulit hitam di tengah sistem apartheid dipaksa turun kembali ke dalam tambang. Alasannya sederhana dan kejam: jika berhenti bekerja, produksi turun dan keuntungan berkurang. Mereka diancam hukuman penjara jika menolak.

Demi bertahan hidup, mereka kembali ke perut bumi. Sekitar dua jam kemudian, tambang kembali longsor. Kali ini lebih dahsyat. Sebanyak 437 pekerja terjebak di kedalaman 182 meter.

Tim penyelamat segera bergerak. Mereka mengebor dari permukaan, berharap masih ada rongga udara. Namun harapan pupus. Hasil investigasi yang dikutip dari Mining Journal mengungkap fakta mengerikan: para pekerja tidak sekadar terjebak mereka tertimbun total, terkubur hidup-hidup.

Gas metana dan karbon dioksida memenuhi lorong. Tubuh para korban tak pernah ditemukan, tak pernah diangkat. Mereka tetap di sana, menjadi bagian dari tanah.

Belakangan diketahui, tambang Coalbrook seharusnya sudah ditutup karena strukturnya sangat rapuh. Tetapi ketika harga batu bara melambung, perusahaan memilih mengoperasikan kembali tambang tanpa peralatan memadai, tanpa memperhatikan keselamatan.Ratusan nyawa dikorbankan demi keuntungan.

Tak Ada KeadilanMeski ratusan pekerja tewas dalam salah satu tragedi tambang terbesar di dunia, pengadilan saat itu hanya menyebutnya sebagai “kecelakaan kerja”. Tak ada kompensasi. Tak ada pertanggungjawaban.

Coalbrook bukan sekadar kecelakaan. Ia adalah simbol keserakahan, kelalaian, dan ketidakadilan yang mengubur 437 pekerja bersama harapan mereka.

Dan hingga kini, tragedi itu tetap menjadi pengingat betapa mahalnya harga sebuah nyawa ketika keserakahan mengambil alih kemanusiaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *