Berita Utama

Program Seribu Sehari Dedi Mulyadi Tuai Sorotan, Pakar Hukum Sebut Berpotensi Ajang Korupsi

×

Program Seribu Sehari Dedi Mulyadi Tuai Sorotan, Pakar Hukum Sebut Berpotensi Ajang Korupsi

Sebarkan artikel ini

CAKRAWALAJAMPANG – Inisiatif Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menggagas Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu atau dikenal dengan Gerakan Seribu Sehari, menuai gelombang kritik dari berbagai kalangan. Program yang diklaim sebagai gerakan solidaritas sosial warga Jabar itu dinilai bermasalah dari sisi hukum dan tata kelola keuangan.

Dikit dari PR, Menurut Giri Ahmad Taufik, pengajar Hukum Tata Negara Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), pemerintah daerah tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan pungutan selain yang diatur dalam undang-undang, yakni pajak dan retribusi.

“Pemerintah daerah tidak boleh melakukan pungutan di luar dua bentuk itu. Sekalipun disebut sumbangan sukarela, jika dilakukan oleh pemerintah tanpa dasar hukum, tetap menyalahi aturan,” ujarnya di Bandung, Senin (6/10/2025).

Baca Juga: Curug Cigangsa di Surade Kini Terlantar, Padahal Punya Potensi Wisata Besar

Giri juga menyoroti ketidakjelasan mekanisme pengelolaan dana dalam gerakan tersebut. Ia menanyakan ke mana uang hasil sumbangan masyarakat akan disalurkan, serta siapa pihak yang berwenang mengawasi penggunaannya.

“Dalam sistem keuangan negara, dana di luar anggaran resmi atau nonbujeter tidak diperbolehkan. Kalau tetap dijalankan, berpotensi masuk ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU Tipikor juncto Pasal 425 KUHP,” tegasnya.

Baca juga: Sebar Hoaks soal Program MBG, Warga Sirnasari Akhirnya Minta Maaf di Depan Polisi

Ia menyarankan agar Pemprov Jawa Barat menyalurkan semangat gotong royong itu melalui lembaga yang memiliki dasar hukum jelas, seperti Baznas atau program CSR perusahaan.

Lebih lanjut, Giri menilai Surat Edaran (SE) Gubernur tentang gerakan tersebut cacat hukum dan semestinya segera dicabut. “Kalau kebijakan ini tetap dipaksakan, DPRD sebaiknya menggunakan hak interpelasi untuk meminta penjelasan resmi dari gubernur,” tandasnya.

Baca Juga: Nazriel Alfaro Bangga Bela Timnas U-17 di Piala Dunia, Siap Tampilkan Performa Terbaik

Sementara itu, Kristian Widya Wicaksono, pengamat kebijakan publik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), turut mengingatkan bahaya dari pengumpulan dana publik tanpa sistem yang transparan dan akuntabel.

“Alih-alih membuat pungutan baru, seharusnya pemerintah fokus memperkuat sumber pendapatan sah seperti pajak dan retribusi,” katanya.

Kristian menilai niat baik untuk menumbuhkan solidaritas memang patut diapresiasi, namun pelaksanaannya harus melalui mekanisme yang terbuka agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.“Jangan sampai semangat kebersamaan justru berubah menjadi celah penyalahgunaan dana,” ujarnya menutup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *